7
PURA MANDAGIRI
Posted by Unknown
on
10.21
Pura Mandara Giri Semeru Agung salah
satu Pura mbak-mbak mejeng di depan Pura Mandara Giri Semeru Agung. Setiap
akhir pekan ada saja rombongan yang berkunjung ke pura ini. Kebanyakan
pengunjung adalah dari pulau seberang, pulau Bali. Dan acara paling ramai yang
diselenggarakan disini adalah pada saat ulang tahun pura (Piodalan).
Awalnya
Pura Mandara Giri hanya berada diatas tanah pekarangan seluas 20 x 60 meter.
Setelah 3 tahun kemudian, areal tanah berkembang menjadi dua hektar. Sehingga,
bangunan pura yang semula nampak sederhana, kini, sudah berkembang megah.
Menjaga senyawa bangunan, dan fungsinya, pura ini tak pernah sepi dari
aktifitas keagamaan. Bermula dari upacara Pamlaspas Alit dan Mapulang Dasar
Sarwa Sekar yang digelar pada Minggu manis, Wuku Menail, 8 Maret 1992.
Akses menuju pura, jalannya sudah cukup
baik. Bahkan, mampu mengakomodir rombongan puluhan Bus dari Bali yang datang
untuk melakukan peribadatan. Hindu akhirnya berhasil mewujudkan gagasannya
untuk mendirikan Pura ini, meskipun diawal hanya bangunan yang sederhana.
Beberapa tokoh Hindu di Bali menyambut baik gagasan ini. Karena, umat Hindu
Bali pernah mengadakan nuur tirta (pengambilan air suci) di Patirtaan Watu
Kelosot, kaki Gunung Semeru, lalu dibawa ke Bali.
Latar Belakang Lokasi
Latar
belakang pemilihan lokasi Pura ini di kaki Gunung Semeru berkaitan dengan mite
pemindahan puncak Gunung MahamĂšru dari India ke Jawa, sebagaimana dikisahkan
dalam naskah Tantu PanggĂȘlaran. Lokasinya berada di tanah yang
cukup tinggi sehingga pengunjung harus meniti tangga untuk ke Pura ini.
Struktur dan komponen-komponen
arsitekturnya mengikuti gaya arsitektur pura-pura di Bali seperti pada umumnya,
yaitu arsitektur trdisional Bali yang masih mengikuti gaya arsitektur zaman kerajaan.
Gaya arsitektur ini dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu dengan dasar-dasar
filsafat dalam ajaran agama Hindu sendiri. Landasan filosofis arsitektur
terteliti dipaparkan dengan latar belakang alam pikiran keagamaan pemangkunya,
yaitu agama Hindu, yang visualisasinya tergambarkan pada tata ruang, bentuk
bangunan dan bahan bangunan yang digunakan.
Arsitektur pura ini menggunakan
arsitektur tradisional Bali yang masih mengikuti gaya arsitektur zaman
kerajaan Majapahit.
Di kawasan Pura ini banyak terdapat
bangunan pendukung Di antaranya adalah ruangan semacam pendapa atau aula,
Bale Gajah itu terdapat ornament beberapa patung gajah, CandiBentar (apit
surang), dan candi kurung (gelungkuri). Ada juga, suci sebagai dapur khusus dan bale patandingan.
Untuk di areal ruangan
tersebut pengunjung diijinkan masuk dengan memberitahu dan meminta izin
terlebih dahulu kepada petugas. Sedangkan untuk Pura Utama, bagi pengunjung
yang bukan umat Hindu dan tidak ada keperluan untuk beribadah, pengunjung dilarang
untuk memasukinya. (SB-lika)